Virtual Reality dalam Terapi Autisme: Atasi Masalah Interaksi Sosial

virtual reality untuk autisme

Autisme adalah kondisi spektrum yang memengaruhi individu dengan cara yang berbeda-beda. Orang dewasa dan anak-anak dengan autisme memiliki tantangan dalam perilaku, keterampilan sosial, komunikasi verbal dan non-verbal. Tak hanya itu, mereka juga punya masalah sensorik dan fokus perhatian.

Terlepas dari kondisi tersebut, mereka juga memiliki identitas seperti orang lain. Oleh karena itu, mereka membutuhkan terapi agar dapat berinteraksi dan berkomunikasi dengan lingkungan mereka.

Terapi yang tepat dapat membantu individu dengan autisme untuk beradaptasi dengan lingkungan mereka. Salah satu terapi yang inovatif adalah penggunaan teknologi virtual reality (VR).

Bagaimana VR digunakan dalam terapi autisme?

Dalam terapi autisme, VR digunakan untuk menciptakan lingkungan yang aman dan realistis untuk individu dengan autisme. Dalam lingkungan ini, terapis dan pengguna dapat berinteraksi dalam cara yang terstruktur dan terkendali. 

Lingkungan VR dapat diprogram dengan perintah yang spesifik dan interaksi, sehingga dapat disesuaikan dengan kebutuhan pengguna. Misalnya untuk pekerjaan sehari-hari atau interaksi sehari-hari.

Penerapan Virtual Reality untuk Terapi Autisme

Simulasi Situasi Sehari-hari

Para terapis dan peneliti autisme mulai menggunakan VR pada pertengahan tahun 1990-an. Peneliti sering menggunakan teknologi ini untuk menciptakan lingkungan virtual yang membantu orang-orang dengan autisme mempersiapkan diri menghadapi situasi atau pertemuan yang bisa menimbulkan stres. 

Sebagai contoh, Center for BrainHealth dan Child Study Center di Yale University School of Medicine membantu orang dengan autisme mencapai kemandirian ekonomi dan sosial dengan bantuan VR untuk terapi autisme. Caranya dengan melakukan simulasi wawancara kerja, masalah dengan tetangga, dan bahkan berkencan.

Baca Juga: VR untuk Terapi Alzheimer, Simak Caranya

Simulasi Public Speaking

VR untuk terapi autisme juga telah digunakan untuk membantu persiapan anak-anak autis dalam berbicara di depan umum. Caranya dengan menggunakan audiens avatar 3D imersif.

Avatar 3D akan memudar jika kontak mata tidak terjalin oleh pembicara. Jadi anak-anak didorong untuk melihat ke sekeliling ruangan, bukan hanya ke depan. Permainan menjaga avatar tetap terlihat di layar mendapat respon positif dari para peserta.

Terapi Fobia

Fobia yang sering memengaruhi anak-anak autis juga dapat diatasi dengan VR. Misalnya fobia-fobia seperti rasa takut terhadap transportasi umum, kelas, balon, dan hewan.

Terapi perilaku kognitif (CBT) dapat digunakan untuk melawan efek dari fobia-fobia ini. Akan tetapi untuk mendapatkan manfaat yang maksimal dari CBT, visualisasi dan imajinasi harus digunakan. Namun, visualisasi ini dapat mempersulit orang-orang dengan autisme. Caranya dengan visualisasi imersif seputar kegiatan-kegiatan yang sulit bagi orang-orang dengan autisme.

Hasil Terapi Autisme dengan VR

Untuk mengatasi masalah ini, sebuah studi terbaru meneliti efek penggunaan terapi immersive dalam mengobati fobia pada anak-anak autis. Penelitian tersebut dilakukan di Blue Room, sebuah ruang VR yang dikembangkan oleh para ahli di Newcastle University, bekerja sama dengan perusahaan teknologi inovatif Third Eye NeuroTech.

Penelitian tersebut melibatkan uji coba terkontrol dan acak terhadap 32 anak berusia antara 8-14 tahun. Hasilnya menunjukkan bahwa 25 persen dari kelompok tersebut mengalami peredaan dalam pengalaman fobia dua minggu setelah pengobatan berakhir. Angka ini meningkat menjadi 38 persen setelah enam bulan.

Virtual Reality untuk autisme menciptakan terbukti berhasil untuk latihan keterampilan sosial atau meredakan fobia. Oleh karena itu, teknologi ini semakin banyak digunakan. Namun, orang dengan autisme juga menggunakan Virtual Reality untuk terapi autisme demi mengungkapkan pengalaman mereka sendiri.

Contohnya untuk meningkatkan kesadaran akan kondisi tersebut, maupun untuk menangkap perbedaan kognitif dan perseptual yang menggambarkan kondisi tersebut. Bahkan orang yang paling baik niatnya tidak dapat sepenuhnya memahami bagaimana kehidupan bagi individu dengan autisme.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *